Bandung – Rektor Universitas Pertahanan Republik Indonesia (Unhan RI), Letnan Jenderal TNI (Purn.) Dr. Anton Nugroho, M.M.D.S., M.A., hadir sebagai panelis dalam Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia (KSTI) 2025 yang dibuka secara resmi oleh Presiden Republik Indonesia, Jenderal TNI (Purn.) Prabowo Subianto, di Institut Teknologi Bandung (ITB) pada Kamis, 7 Agustus 2025. Dalam sesi diskusi panel bertema “Sains dan Teknologi untuk Pertumbuhan dan Pemerataan Ekonomi” yang berlangsung pada hari kedua ini, Rektor Unhan RI menegaskan bahwa kemajuan industri pertahanan nasional tidak dapat dilepaskan dari kemampuan membangun ekosistem kolaboratif yang kuat, inklusif, dan berkelanjutan, serta terhubung erat dengan agenda pembangunan nasional dan kemandirian teknologi. Jum’at (8/8).
Rektor Unhan RI menyoroti tantangan utama dalam pengembangan teknologi pertahanan Indonesia, yaitu ketergantungan terhadap produk impor dan rendahnya efektivitas transfer of technology (ToT). Menurutnya, untuk mempercepat kemandirian, Indonesia perlu berani membangun kemitraan dari tahap awal dengan mitra luar negeri secara setara. Rektor Unhan RI menegaskan, “Kita tidak bisa terus-menerus hanya membeli. Kita harus mulai dari nol, bersama, dan sejajar. Kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan industri adalah syarat mutlak jika kita ingin mengejar ketertinggalan dan menjadi bangsa yang mandiri di bidang teknologi.”
Lebih lanjut, Rektor Unhan RI menekankan perlunya pendekatan baru dalam membangun ekosistem teknologi nasional yang tidak hanya mengandalkan kebijakan sektoral, tetapi juga berakar pada nilai-nilai kebangsaan dan kekuatan sosial budaya. “Kita bisa ambil nilai positif dari negara kapitalis—kompetisi, penghargaan pada inovasi. Tapi budaya sosial Indonesia seperti gotong royong harus tetap dijaga,” ujarnya. Beliau juga membagikan pengalaman di Unhan RI, di mana para mahasiswa difasilitasi untuk menghadapi tantangan strategis seperti pengembangan satelit RIDU-1 dan RIDU-2, sebagai bukti bahwa generasi muda Indonesia mampu melahirkan inovasi yang berdampak. “Mahasiswa kami sudah terbiasa dengan perangkat digital sejak lahir. Yang dibutuhkan hanya tantangan dan kepercayaan. Hasilnya bisa melampaui ekspektasi,” tambahnya.
Sesi diskusi juga dihadiri panelis dari kalangan akademisi dan peneliti nasional. Prof. Fredy Durniawan dari ITS menanggapi bahwa sinergi antara riset dan industri perlu dijembatani oleh peran khusus, agar peneliti tidak dibebani fungsi ganda sebagai inovator sekaligus pemasar. “Sudah saatnya tugas riset dan tugas komersialisasi dipisahkan secara sehat,” tegasnya. Pernyataan ini diperkuat oleh Rektor Unhan RI yang menekankan pentingnya peran terspesialisasi dalam ekosistem teknologi. “Ekosistem yang sehat membutuhkan orkestrasi yang adil. Peneliti meneliti, pemerintah mengelola, dan industri mengeksekusi,” jelasnya.
Sementara itu, Prof. Alexander M. Khan dari Universitas Padjadjaran menyoroti pentingnya integrasi antara pengembangan sains dan narasi kebangsaan. Teknologi, menurutnya, tidak boleh lepas dari misi kolektif nasional. Hal ini sejalan dengan pernyataan Rektor Unhan RI yang menekankan, “Pembangunan kapasitas nasional tidak bisa dilepaskan dari karakter bangsa. Teknologi hanya akan berdampak jika ditopang oleh nilai dan arah strategis yang jelas.”
Moderator Dwi Hantoko kemudian memperluas diskusi dengan menyinggung pentingnya kesiapan sosial dalam mendukung inovasi teknologi. Pertanyaan dilontarkan kepada Rektor Unhan RI mengenai bagaimana strategi pengembangan teknologi dapat terhubung dengan kesiapan masyarakat. Menjawab hal tersebut, Rektor Unhan RI menilai bahwa saat ini adalah momentum strategis bagi Indonesia. Dukungan pemerintah melalui alokasi 20% anggaran negara untuk penguatan SDM serta pengarusutamaan STEM menjadi fondasi penting. Rektor Unhan RI menyampaikan, “Negara akan maju kalau rakyatnya siap. STEM penting, tapi jangan lupakan nilai sosial kita. Gotong royong dan kekeluargaan tetap menjadi pondasi kekuatan nasional.”
Menutup sesi, moderator merangkum bahwa transformasi teknologi membutuhkan koordinasi antarsektor dan kesadaran kolektif sebagai bangsa. Moderator menyatakan, “Kalau ingin sampai ke 2045 dengan percaya diri, maka orkestrasi teknologi nasional harus dimulai sekarang.” Rektor Unhan RI pun menutup dengan pernyataan reflektif sekaligus optimis: “Mari kita bangun masa depan Indonesia dengan cara berpikir baru, struktur kolaborasi baru, dan kepercayaan penuh terhadap kemampuan anak bangsa.”
(Humas Unhan RI).
Peliput: Agus
Reporter: Agus
Editor: M. Taher