Jakarta – Rektor Universitas Pertahanan Republik Indonesia (Unhan RI), Letnan Jenderal TNI (Purn.) Dr. Anton Nugroho, M.M.D.S., M.A., diwakili oleh Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Unhan RI, Mayor Jenderal TNI Dr. Totok Imam Santoso, S.IP., S.Sos., M.Tr. (Han). Menghadiri undangan Brigadir Jenderal Micah Batt, Atase Pertahanan Australia pada kegiatan Ikatan Alumni Pertahanan Indonesia-Australia (IKAHAN) Lecture Night Sarsono-Tambunan dengan tema “The role of defence diplomacy in enhancing regional security (Peran diplomasi pertahanan dalam meningkatkan keamanan regional)”. Kegiatan ini bertempat di Ballroom Lt. 3 Hotel Langham SCBD Lot. 28 Jakarta. Senin (2/6).
Kegiatan ini dihadiri langsung oleh Wakil Menteri Pertahanan RI, (Wamenhan RI) Marsekal Madya TNI (Purn.) Donny Ermawan Taufanto, M.D.S., M.S.P., didampingi jajaran pejabat Senior Advisory Group atau Dewan Pembimbing Senior IKAHAN (Ikatan Alumni Pertahanan Australia-Indonesia, pejabat tinggi di jajaran TNI, serta sivitas akademika Unhan RI.
Pada event kegiatan ini menghadirkan pembicara Deputi Sekretaris Strategi, Kebijakan, dan Industri Departemen Pertahanan Australia, Mr. Hugh Jeffrey, dan Letnan Jenderal TNI (Purn.) Jonni Mahroza, S.I.P., M.A., M.Sc., Ph.D., dipandu moderator Dosen Fakultas Manajemen Pertahanan (FMP) Unhan RI, Dr. Editha P. Duarte, S.Sos., M.I.S., M.A.
Brigadir Jenderal Micah Batt pada sambutannya menekankan pentingnya diplomasi pertahanan sebagai instrumen utama dalam menjaga stabilitas kawasan, khususnya di tengah meningkatnya tantangan terhadap tatanan keamanan internasional. Dalam konteks hubungan bilateral Indonesia–Australia, diplomasi pertahanan dipandang sebagai jembatan strategis yang tidak hanya memperkuat komunikasi antar militer, tetapi juga menjadi sarana untuk memperdalam kepercayaan dan kolaborasi lintas negara. Penandatanganan Defense Cooperation Agreement tahun lalu Indonesia-Australia, sebagai contoh nyata dari keberhasilan diplomasi pertahanan, yang mengubah kerja sama administratif menjadi kemitraan hukum yang kokoh memberikan legitimasi dan fleksibilitas bagi interaksi militer di kawasan masing-masing.
Melalui momentum kuliah malam ini, Brigadir Jenderal Micah Batt juga menggarisbawahi bahwa keberhasilan diplomasi pertahanan sangat bergantung pada relasi personal, kesamaan nilai, dan kesediaan untuk berdialog secara terbuka. Tema yang diangkat dinilai tepat sasaran karena mencerminkan kebutuhan nyata akan penguatan kerja sama strategis di Indo-Pasifik. Mengakhiri sambutannya Brigadir Jenderal Micah Batt menegaskan untuk memanfaatkan forum ini sebagai ruang bertukar gagasan, mempererat jejaring profesional, dan memperkuat visi bersama dalam menciptakan kawasan yang aman, terbuka, dan damai melalui jalur diplomasi pertahanan.
Kegiatan IKAHAN Lecture Night Sarsono-Tambunan, diawali pemaparan oleh Deputi Sekretaris Strategi, Kebijakan, dan Industri Departemen Pertahanan Australia, Mr. Hugh Jeffrey, dengan memberikan analisis menyeluruh mengenai pergeseran mendasar dalam tatanan global yang tengah memasuki era baru ditandai oleh meningkatnya kompetisi strategis dan ketidakpastian geopolitik. Invasi Rusia ke Ukraina sebagai penanda simbolis berakhirnya era pasca-Perang Dingin, sekaligus memperlihatkan bahwa kekuatan besar kembali berani menggunakan pendekatan koersif untuk mencapai tujuan strategisnya. Kawasan Indo-Pasifik dipandang sebagai episentrum baru dari dinamika global, dengan ketegangan yang terus meningkat di Laut Tiongkok Selatan, konflik perbatasan antara Tiongkok dan India, serta krisis politik dan kemanusiaan di Myanmar.
Mr. Hugh Jeffrey, menjelaskan Departemen Pertahanan Australia menawarkan dua pilar strategis untuk merespons tantangan tersebut. Pilar pertama adalah pentingnya menjaga keseimbangan kekuatan militer, dengan memastikan keterlibatan Amerika Serikat secara bertanggung jawab di kawasan guna mencegah dominasi sepihak oleh kekuatan tertentu. Pilar kedua menekankan pentingnya menjaga integrasi ekonomi regional. Pendekatan “de-risking” dipandang lebih tepat dibandingkan “decoupling” total, yang justru dapat memperlemah ketahanan ekonomi dan memperbesar risiko konflik. Diplomasi pertahanan yang berbasis pada norma bersama dan saling menghormati, bukan pada rasa takut, dipandang sebagai fondasi utama dalam membangun tatanan kawasan yang damai dan inklusif.
Sementara itu, Letnan Jenderal TNI (Purn.) Jonni Mahroza, S.I.P., M.A., M.Sc., Ph.D., dalam pemaparannya menyampaikan bahwa diplomasi pertahanan memiliki posisi yang sangat penting sebagai alat mitigasi dan resolusi konflik. Kawasan Indo-Pasifik dihadapkan pada berbagai tantangan strategis, termasuk konflik berkepanjangan di Palestina, perang di Ukraina, dinamika keamanan antara India dan Pakistan, serta krisis kemanusiaan di Myanmar. Dalam situasi tersebut, diplomasi pertahanan tidak boleh hanya bersifat protokoler, melainkan harus menjadi instrumen aktif dalam membangun kepercayaan, menjalin kolaborasi, dan menciptakan solusi damai.
Hubungan bilateral antara Indonesia dan Australia dinilai semakin solid melalui kerangka kerja sama seperti Traktat Lombok dan Defense Cooperation Arrangement (DCA). Komitmen bersama diperkuat oleh pernyataan Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese, yang menyebut bahwa tidak ada hubungan yang lebih penting bagi Australia selain hubungan dengan Indonesia. Pertemuan pemimpin tahunan tahun 2025 juga mencerminkan semangat kolaboratif di berbagai bidang strategis, termasuk kebijakan pertahanan, keamanan maritim, keamanan siber, industri pertahanan, serta pendidikan dan pelatihan militer.
Sebagai wujud konkret dari sinergi pertahanan Indonesia–Australia, diajukan tiga bentuk inisiatif strategis. Inisiatif pertama adalah pembentukan forum diplomatik Track 1 atau Track 2 yang melibatkan akademisi, masyarakat sipil, dan praktisi pertahanan untuk membangun narasi perdamaian berbasis masyarakat. Inisiatif kedua berupa dukungan terhadap misi penjaga perdamaian dan pengamat ASEAN dalam rangka menjaga perlindungan sipil dan akses bantuan kemanusiaan, khususnya di kawasan konflik. Inisiatif ketiga adalah penguatan kolaborasi pendidikan pertahanan antara Universitas Pertahanan Republik Indonesia dan Australian Defence College, melalui program riset bersama, modul pelatihan resolusi konflik, dan pelatihan penjaga perdamaian masa depan.
Sentralitas ASEAN dan prinsip-prinsip hukum internasional, termasuk UNCLOS, disebut sebagai landasan moral dan hukum yang harus dijaga bersama. Sebagai Ketua ASEAN tahun 2023, Indonesia telah memfasilitasi lebih dari 145 pertemuan terkait krisis Myanmar dan turut mendorong pembentukan koridor kemanusiaan melalui kerja sama dengan AHA Centre. Upaya tersebut mencerminkan komitmen terhadap penyelesaian damai dan pendekatan berbasis konsensus yang menjadi ciri khas diplomasi Indonesia.
Letnan Jenderal TNI (Purn.) Dr. Jonni Mahroza dalam kesempatan ini menegaskan melalui kerja sama yang berkelanjutan, Indonesia dan Australia diharapkan dapat menjadi jangkar stabilitas di kawasan Indo-Pasifik. Kemitraan yang dibangun bukan berdasarkan dominasi, melainkan pada prinsip dialog, pencegahan konflik, dan pembangunan bersama. Diplomasi pertahanan diharapkan terus berkembang menjadi instrumen nyata dalam memperkuat perdamaian, kesejahteraan, dan ketahanan kawasan.
Kegiatan ini ditutup oleh Counsellor Defence Policy Australia, Ms. Jess Kerr, yang menegaskan bahwa diplomasi pertahanan merupakan pilar strategis dalam menjaga stabilitas dan keamanan kawasan Indo-Pasifik. Kerja sama pertahanan antara Indonesia dan Australia dipandang sebagai bentuk nyata dari komitmen bersama dalam menghadapi tantangan keamanan global, bukan sekadar simbolis. Kedekatan geografis dan kesamaan kepentingan menjadikan sinergi kedua negara sangat penting dalam memperkuat ketahanan nasional serta mendukung sistem keamanan kolektif kawasan. Pendekatan kolaboratif yang dibangun di atas dasar kepercayaan dan saling pengertian dipercaya mampu mencegah konflik dan mengelola risiko secara bersama-sama. Apresiasi diberikan kepada seluruh pihak yang telah berkontribusi dalam terselenggaranya diskusi, seraya mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk menjadikan forum ini sebagai titik awal penguatan diplomasi pertahanan demi mewujudkan kawasan yang aman, damai, dan stabil bagi generasi masa kini dan mendatang.
Rangkaian kegiatan ini diakhiri dengan penyerahan cinderamata kepada para narasumber dan moderator dan dilanjutkan foto bersama.
(Humas Unhan RI).