Bogor – Rektor Universitas Pertahanan Republik Indonesia (Unhan RI), Letnan Jenderal TNI (Purn.) Dr. Anton Nugroho, M.M.D.S., M.A., secara resmi membuka kegiatan Sarasehan RIDU-Sat (Republic of Indonesia Defense University Satellite). Sarasehan ini diselenggarakan sebagai forum strategis untuk membahas keberhasilan peluncuran RIDU-Sat 1 dan arah pengembangan RIDU-Sat 2 sebagai bagian dari pembangunan ekosistem satelit nasional yang mandiri dan berkelanjutan. Kegiatan ini berlangsung di Aula Merah Putih Kampus Bela Negara Unhan RI, Sentul-Bogot. Rabu (6/8)
Dalam sambutannya, Rektor Unhan RI menyampaikan apresiasi atas keberhasilan peluncuran RIDU-Sat 1 pada 24 Juni 2025 yang disebutnya sebagai tonggak monumental bagi dunia akademik nasional. Menurut beliau, keberhasilan tersebut tidak hanya menunjukkan kemampuan teknis, namun juga menegaskan kapasitas strategis bangsa dalam membangun sistem pertahanan yang modern, mandiri, dan adaptif.
Rektor menegaskan bahwa pengembangan RIDU-Sat 2 akan dilakukan dengan pendekatan lebih komprehensif dan nasional, berdasarkan pengalaman dan pembelajaran dari fase pertama. RIDU-Sat, lanjutnya, merupakan bagian integral dari roadmap menuju “Indonesia Emas 2045”, dimana teknologi satelit menjadi instrumen utama dalam mewujudkan kedaulatan informasi, konektivitas antarwilayah, dan keunggulan pertahanan antargenerasi.
Unhan RI terus mendorong model sinergi lintas sektor melalui pendekatan quadruple helix yang mencakup peran:
1. Pemerintah sebagai regulator dan pembentuk kebijakan,
2. Universitas (Unhan RI) sebagai pusat riset ilmiah dan pengembangan teknologi,
3. Komunitas sebagai katalis inovasi dan edukasi publik, serta
4. Industri sebagai penggerak keekonomian dan produksi teknologi dalam skala nasional.
Dalam keynote speechnya, Dr.-Ing. Wahyudi Hasbi menjelaskan bahwa Indonesia sebagai negara kepulauan dengan lebih dari 17.000 pulau sangat membutuhkan sistem satelit nasional untuk menjawab tantangan konektivitas, mitigasi bencana, keamanan pangan, dan pertahanan wilayah. Sejak 2016, Indonesia telah mengembangkan teknologi nano-satellite, namun masih menghadapi berbagai tantangan seperti dominasi teknologi asing dan keterbatasan fasilitas peluncuran nasional.
“Siapa menguasai langit dan laut, dia menguasai informasi,” tegas Dr. Wahyudi. Selain itu juga beliau menyampaikan bahwa teknologi pengamatan strategis berbasis satelit telah dimiliki Indonesia, namun dibutuhkan keberanian politik dan strategi kolaboratif agar teknologi ini dapat sepenuhnya dimanfaatkan untuk kepentingan nasional.
Acara sarasehan ini mempertemukan para pemangku kepentingan dari kementerian, lembaga riset, industri pertahanan, dan komunitas akademik-teknologi. Hadir sebagai narasumber antara lain: Koordinator Program RIDU-Sat, Kolonel Laut (T) Imanuel Dindin, S.T., M.Eng., M.Tr.Hanla., M.M., Ph.D.; Dr. Suryono Adisoemarta (Perwakilan ORARI Pusat); dan Dr.-Ing. Wahyudi Hasbi (Kepala Pusat Riset Teknologi Satelit – BRIN). Diskusi dipandu oleh Letkol Tek Dr. Ir. Novky Asmoro, S.T., M.Si. (Han), IPU.
Pada sesi diskusi menghasilkan sejumlah poin penting:
1. Dukungan Kemhan RI disampaikan oleh Laksamana Muda TNI Dr. Sri Yanto, S.T., M.Si. (Han)., Dirjen Potensi Pertahanan. Beliau menegaskan kesiapan Kemhan untuk membuka peluang offset alutsista dalam mendukung pengembangan RIDU-Sat 2. “Kami siap mengkolaborasikan skema offset untuk memperkuat RIDU-Sat sebagai bagian dari pembangunan industri pertahanan,” ujar Dirjen Pothan Kemhan RI.
2. Dukungan Komunitas dan Akademisi juga sangat kuat. Marsda TNI (Pur) Dr. Gita Amperiawan (Dirut PT.DI/Deputi Bidang Aeronautika dan Astronautika – PII) menyebut RIDU-Sat sebagai “energizer” bagi generasi muda. “Kita harus orbitkan anak-anak muda ke dalam segitiga akademik-teknologi-inovasi,” ungkap beliau.
3. Tantangan Transfer Teknologi diangkat oleh Hansel Sompong yang menegaskan bahwa membangun satelit militer hanya mungkin jika dilakukan secara mandiri.
4. Dr. Muka Yadi dari BRIN menekankan bahwa penguasaan teknologi satelit tidak cukup melalui dokumen atau pelatihan teoritis, melainkan harus dijalankan langsung di lapangan. Keberhasilan transfer teknologi sangat bergantung pada kualitas sumber daya manusia, terutama ketekunan, kesabaran, dan keberanian untuk menghadapi kegagalan. Oleh karena itu, membangun budaya kerja yang kuat dan berkarakter menjadi kunci dalam mewujudkan kemandirian teknologi bangsa.
5. Unhan RI sebagai Operator Satelit kini telah memiliki izin resmi telekomunikasi dan filing orbit internasional, menjadikan Unhan RI saat ini sebagai satu-satunya institusi di bawah kementerian pertahanan yang memiliki hak tersebut secara mandiri.
6. Integrasi Sistem Pertahanan diungkapkan oleh Wakil Rektor III Unhan RI, Mayor Jenderal TNI Dr. Totok Imam Santoso, S.IP., S.Sos., M.Tr. (Han), yang menegaskan pentingnya integrasi RIDU-Sat dengan sistem senjata presisi seperti rudal dan radar militer. “RIDU-Sat dapat menjadi elemen kunci dalam sistem navigasi militer nasional,” ungkapnya.
Dari pelaksanaan ini menyimpulkan bahwa pembangunan ekosistem satelit bukan hanya proyek teknologi, tetapi juga proyek kebangsaan. Beberapa rekomendasi strategis antara lain:
1. Penyusunan roadmap 5–10 tahun untuk satelit dan peluncur nasional,
2. Konsolidasi regulasi luar angkasa untuk mendukung kedaulatan navigasi dan debris management,
3. Pembentukan ekosistem pendanaan dan penguatan SDM lintas sektor, serta
4. Strategi pengadaan komponen satelit yang adaptif terhadap ketentuan ekspor (export control regimes seperti ITAR).
Dengan semangat sinergi dan keberanian inovasi, Unhan RI melalui program RIDU-Sat menegaskan komitmennya menjadi pionir dalam membangun kemandirian teknologi satelit nasional demi pertahanan yang unggul dan Indonesia yang berdaulat di era antariksa.
Kegiatan sarasehan ini diakhiri dengan penyerahan sertifikat penghargaan oleh Rektor Unhan RI kepada pemaparan dan moderator dan dilanjutkan dengan foto bersama.
(Humas Unhan RI).