Jakarta – Universitas Pertahanan Republik Indonesia (Unhan RI) menyelenggarakan kuliah bersama dengan Ukraine Insights Flyaway Team (UIFT) dari Kementerian Pertahanan Inggris. Kegiatan ini dipimpin oleh Direktur Pascasarjana Unhan RI, Laksamana Muda TNI Dr. Bambang Irwanto, M.Tr. (Han)., CHRMP., bersama Ketua Delegasi UIFT Kolonel Ben Walters, yang hadir bersama Commander Alistair Leigh, Squadron Leader Ian Whitman, serta Atase Pertahanan Inggris untuk Indonesia, Kapten (Laut) Paul Matthews. Forum ini menjadi bagian dari rangkaian tur presentasi UIFT di Asia Tenggara, dengan tujuan menyebarkan pelajaran strategis dari konflik Ukraina dan relevansinya bagi keamanan global. Acara diselenggarakan di Ruang Kelas Doktoral Pascasarjana Unhan RI, Jl. Salemba Raya No.14, Jakarta Pusat, Jumat (19/9).
Pada kesempatan ini turut hadir Plt. Wakil Rektor IV Bidang Kerja Sama, Kelembagaan, Inovasi dan Teknologi, Brigadir Jenderal TNI Fahrid Amran, S.H., M.H., Dekan Fakultas Strategi Pertahanan Unhan RI, Mayor Jenderal TNI Dr. Oktaheroe Ramsi, S.I.P., M.Sc., Dosen Magister Diplomasi Pertahanan Unhan RI, Dr. Editha Duarte, S.Sos., M.I.S., M.A., Dosen Manajemen Pertahanan Unhan RI, Mayor Jenderal TNI (Purn.) Dr. rer. pol. Rodon Pedrason, M.A. Kepala Biro Perencanaan, Kerjasama, dan Hubungan Masyarakat (Karorenkermahumas) Unhan RI, Marsekal Pertama TNI Dedy Ghazi Elsyaf, M.Si., Laksamana Pertama TNI Dr. Yanda Dwira Firman Z, S.T., M.C.M., Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Fakultas Teknik dan Teknologi Pertahanan Unhan RI, Marsma TNI Dr. Ir. Sovian Aritonang, S.Si., M.Si., Analis Kebijakan Madya Bidang Kerja Sama, Kolonel Sus Dr. Samsul Bahari, M.Bus., dan Pranata Humas Ahli Madya Biro Perencanaan, Kerjasama, dan Humas Unhan RI, Kolonel Arm M. Taher AM., S.Pd., M.Han.
Kehadiran pejabat akademik, perwira tinggi TNI, dan mahasiswa pascasarjana mempertegas fungsi Unhan RI sebagai pusat kajian strategis yang mengintegrasikan keilmuan, diplomasi pertahanan, serta wawasan global dalam satu forum akademis.
Dalam pengantarnya, Kolonel Ben Walters menekankan bahwa perang di Ukraina merupakan ujian fundamental bagi tatanan internasional dan refleksi atas transformasi karakter peperangan modern. Konflik ini menunjukkan keterkaitan erat antara kekuatan militer, instrumen ekonomi, serta perang informasi dalam strategi nasional. Menurut Kolonel Walters, implikasi perang Ukraina jauh melampaui Eropa, dengan kemungkinan resonansi langsung ke kawasan Indo-Pasifik. Kutipan pernyataan Perdana Menteri Jepang, “Ukraina hari ini mungkin adalah Asia Tenggara esok,” diposisikan sebagai peringatan strategis bagi negara-negara di kawasan, termasuk Indonesia, untuk memperkuat resiliensi nasional dan sistem pertahanan adaptif.
Delegasi UIFT memaparkan data menyeluruh mengenai skala korban manusia dan kerugian materiil, termasuk lebih dari satu juta korban di pihak Rusia serta sekitar 600 ribu korban di pihak Ukraina. Kerugian Rusia dilaporkan mencapai ribuan tank, kendaraan tempur, dan kapal, dengan angka korban yang lima belas kali lipat lebih besar daripada kerugian Soviet di Afghanistan. Dampak ekonomi tidak kalah signifikan, dengan pertumbuhan Rusia tercatat 3,6% namun disertai inflasi 8% dan suku bunga 17%. Kondisi tersebut menandakan tekanan struktural akibat mobilisasi perang berkepanjangan.
Selain dimensi militer dan ekonomi, delegasi menekankan dimensi global. Konflik Ukraina memicu peningkatan belanja pertahanan di berbagai negara, termasuk target 2% GDP NATO serta lonjakan anggaran pertahanan Jepang. Hal ini memperlihatkan bahwa peperangan kontemporer tidak lagi terbatas pada medan pertempuran, tetapi juga merembes ke ranah ekonomi-politik internasional.
Delegasi UIFT memperkenalkan konsep Amazon for the battlefield, yakni sistem logistik digital, tersebar, dan adaptif, yang memungkinkan distribusi real-time dari pabrik hingga garis depan. Sistem ini dirancang untuk mengantisipasi ancaman serangan jarak jauh dan pengawasan drone, menggantikan gudang logistik besar yang mudah dihancurkan.
Paparan juga menyoroti revolusi penggunaan drone dan sistem tanpa awak sebagai instrumen utama peperangan, bukan sekadar pendukung. Drone terbukti mampu memperkuat efektivitas artileri, menjalankan serangan kawanan (swarm attack), dan menciptakan transparansi medan tempur. Namun, keunggulan tersebut dibayangi oleh ancaman electromagnetic warfare yang membuat GPS dan sistem presisi lama menjadi tidak andal. Situasi ini menuntut kesiapan pasukan untuk “bertarung tanpa luar angkasa” serta kemampuan beradaptasi menghadapi serangan jamming dan cyber attack.
Kecerdasan buatan (AI) dipandang sebagai faktor kunci dalam menyaring dan mengelola data intelijen. Delegasi menekankan bahwa AI mampu membantu komandan di medan tempur agar tidak kewalahan oleh informasi yang melimpah, sekaligus meningkatkan kecepatan pengambilan keputusan.
Sejak 2014, Inggris telah menjadi salah satu pendukung utama Ukraina dengan bantuan militer senilai £3,8 miliar, disertai komitmen £3 miliar per tahun. Lebih dari 60.000 tentara Ukraina telah dilatih oleh Inggris, dan kerja sama erat dengan Prancis memperlihatkan peran sentral koalisi internasional dalam menjaga kelangsungan kedaulatan Ukraina.
Selain dimensi militer, perang informasi menjadi salah satu ranah yang paling menentukan. Rusia menggunakan strategi firehose of falsehood dengan membanjiri narasi kebohongan, sementara Ukraina bersama sekutu menekankan pesan perlawanan, harapan, persatuan, serta solidaritas global. Delegasi menekankan bahwa semangat rakyat Ukraina adalah aset strategis yang mampu menjaga legitimasi internasional dan dukungan global.
Dalam sesi tanya jawab, Dr. Editha Duarte, S.Sos., M.I.S., M.A., Dosen Fakultas Manajemen Pertahanan Unhan RI, mengajukan pertanyaan mengenai relevansi diplomasi jalur belakang (back-channel diplomacy) yang pernah digunakan Inggris dalam penyelesaian konflik Irlandia Utara. Pertanyaan tersebut juga mengaitkan potensi penerapan pendekatan serupa terhadap Rusia, serta mengaitkan peran Inggris dalam AUKUS dengan stabilitas kawasan Asia Tenggara di tengah rivalitas Amerika Serikat dan Tiongkok.
Pertanyaan berikutnya disampaikan oleh Sena Kersia Izrawati, Mahasiswi Pascasarjana Program Studi Manajemen Bencana, yang menyoroti kolaborasi Inggris dengan industri pertahanan dalam pengembangan AI dan teknologi berbasis data di Ukraina. Pertanyaan menitikberatkan pada peluang adopsi teknologi tersebut oleh Indonesia untuk menghadapi ancaman nuklir maupun bencana besar.
Selain itu, mahasiswa pascasarjana lain menyampaikan pertanyaan mengenai inisiatif perdamaian Barat. Pertanyaan menekankan apakah upaya diplomasi tersebut mempertimbangkan klaim keamanan Rusia, termasuk perlindungan terhadap masyarakat Rusia. Aspek lain yang ditanyakan meliputi jaminan agar Ukraina tidak bergabung dengan NATO dalam kerangka perdamaian, makna dukungan Inggris terhadap Ukraina meski bukan anggota NATO, serta konsekuensi strategis jika Rusia meraih kemenangan perang bagi keamanan Eropa dan negara-negara kecil di kawasan tersebut.
Sebagai penutup, Kolonel Ben Walters menyampaikan bahwa tujuan utama UIFT bukan semata membawa perspektif Inggris, melainkan juga mendengarkan pandangan dari Asia Tenggara terkait relevansi pelajaran Ukraina. Delegasi hadir dengan posisi jelas mendukung Ukraina, namun analisis yang disampaikan berusaha tetap objektif, akademis, dan terbuka untuk kritik. Forum ini diharapkan dapat memperkuat pemahaman kolektif, membangun jejaring intelektual, serta mempersiapkan strategi pertahanan bersama dalam menghadapi kompleksitas geopolitik global.
Rangkaian kegiatan ditutup dengan sesi foto bersama antara delegasi UIFT, pimpinan fakultas, dosen, serta mahasiswa pascasarjana Unhan RI. Momen tersebut menjadi simbol persahabatan akademik sekaligus komitmen memperluas jejaring kerja sama internasional di bidang pertahanan.
(Humas Unhan RI)
Peliput : Agus
Reporter : Agus
Editor : M. Taher