Sentul – Rektor Universitas Pertahanan Republik Indonesia (Unhan RI), Letnan Jenderal TNI (Purn.) Dr. Anton Nugroho, M.M.D.S., M.A., bersama Atase Pertahanan Australia, Brigadir Jenderal Micah Batt, CSC, DSM, secara resmi membuka kegiatan IKAHAN–RIDU Seminar 2025. Seminar yang digelar atas inisiatif Ikatan Alumni Pertahanan Indonesia–Australia (IKAHAN) ini mengangkat tema “Military Diplomacy in the Indo-Pacific: Shared Responsibilities for Peace and Security”, yang menekankan pentingnya tanggung jawab kolektif dalam menjaga perdamaian dan stabilitas kawasan Indo-Pasifik. Kegiatan ini bertempat di Ruang Teater, Lantai-2 Gedung Auditorium Kampus Bela Negara Unhan RI, Sentul, Kabupaten Bogor.Kamis (11/9).
Pada sesi pertama, seminar menghadirkan Wakil Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Laksamana Madya TNI (Purn.) Prof. Dr. Ir. Amarulla Octavian, M.Sc., DESD., ASEAN Eng., serta Dekan Fakultas Strategi Pertahanan Unhan RI, Mayor Jenderal TNI Dr. Oktaheroe Ramsi, S.I.P., M.Sc. Diskusi dipandu oleh Dr. Editha Duarte, S.Sos., M.I.S., M.A., yang menggarisbawahi relevansi diplomasi militer sebagai instrumen strategis untuk membangun rasa saling percaya, mencegah salah persepsi, dan memperkuat kerja sama multilateral di tengah rivalitas geopolitik kawasan.
Sesi kedua menampilkan perspektif lintas negara dari Mr. Chris McIlwain dan Captain (Navy) Phillipa Hay (DSSC Australia), bersama Kolonel Inf Dr. (Can) Kurniawan Firmuzi Syarifuddin, S.E., M.Han., serta Kolonel Adm. Dr. (Can) Ikhwan Solihan, M.Si (Han), M.A., mahasiswa program doktor Unhan RI. Diskusi ini dipandu oleh Kaprodi Magister Strategi Perang Semesta Fakultas Strategi Pertahanan Unhan RI, Kolonel Sus Dr. Sulistyanto, S.Pd., M.Comm., yang menekankan integrasi dimensi akademis dan praktis diplomasi militer dalam memperkokoh kerja sama pertahanan regional.
Dalam sambutannya, Rektor Unhan RI, Letnan Jenderal TNI (Purn.) Dr. Anton Nugroho, M.M.D.S., M.A., menegaskan bahwa posisi Indonesia sebagai negara maritim sekaligus epicentrum perhatian global membawa peluang besar sekaligus tantangan serius. Jalur laut Indonesia menjadi penghubung vital ekonomi, masyarakat, dan budaya, namun juga menempatkan Indonesia dalam pusaran rivalitas kekuatan besar. Diplomasi pertahanan, menurutnya, bukan sekadar opsi melainkan kebutuhan mendesak untuk mencegah kesalahpahaman, membangun kepercayaan, dan memperkuat kerja sama regional. Dengan dialog, latihan bersama, pertukaran pendidikan, serta kolaborasi strategis, Indonesia berkomitmen memberi kontribusi konstruktif bagi keamanan Indo-Pasifik dengan menjunjung tinggi inklusivitas dan kepentingan bersama.
Atase Pertahanan Australia, Brigadir Jenderal Micah Batt, CSC, DSM, dalam sambutannya menyampaikan apresiasi atas penyelenggaraan seminar yang menyoroti tema strategis ini. Beliau menekankan bahwa diplomasi pertahanan adalah instrumen vital untuk membangun kepercayaan, transparansi, dan kerja sama praktis di tengah dinamika global yang kompleks. Hubungan pertahanan Indonesia–Australia telah menjadi pilar utama bilateral, tercermin dalam latihan gabungan, kerja sama kemanusiaan, koordinasi di forum internasional, serta program pendidikan dan pelatihan. Menurutnya, kekuatan hubungan tersebut tidak hanya terletak pada kerja sama teknis, tetapi juga pada jejaring alumni pertahanan lintas generasi yang membangun persahabatan dan resiliensi jangka panjang bagi stabilitas kawasan.
Kegiatan sesi pertama ini diawali dengan Pemaparan Laksamana Madya TNI (Purn.) Prof. Dr. Ir. Amarulla Octavian berjudul “Diplomasi Militer dan Diplomasi Pertahanan sebagai Instrumen Strategis untuk Stabilitas Keamanan Regional dan Global” menekankan diplomasi militer/pertahanan sebagai instrumen strategis collective trust-building. Diplomasi ini dipandang penting untuk menciptakan mekanisme pencegahan konflik dan memperkuat stabilitas kawasan melalui komunikasi transparan, mitigasi salah persepsi, serta pengakuan kontribusi setiap negara dalam kerja sama internasional. Beliau menambahkan bahwa keamanan kontemporer semakin terkait erat dengan isu kemanusiaan, sosial, ekonomi, lingkungan, dan teknologi, sehingga diplomasi militer harus bersifat integratif lintas sektor.
Dekan Fakultas Strategi Pertahanan Unhan RI, Mayor Jenderal TNI Dr. Oktaheroe Ramsi, dalam paparan “Defense, Diplomacy, Influx: Indonesia–Australia Strategic Relations in the Pacific”, menguraikan dinamika hubungan strategis kedua negara dengan pendekatan neorealisme dan konstruktivisme. Beliau menilai kebijakan Australia melalui AUKUS merepresentasikan postur realistis dalam menyeimbangkan kekuatan dengan Tiongkok, sedangkan dari perspektif konstruktivis, aliansi itu berakar pada identitas dan nilai demokrasi bersama. Indonesia, lanjutnya, memilih menekankan diplomasi dan multilateralisme, dengan mengoptimalkan forum 2+2, serta latihan bersama seperti Talisman Sabre, Keris, Garuda Shield, hingga Ausindo, untuk membangun rasa saling percaya sekaligus menghindari jebakan rivalitas kekuatan besar.
Dalam sesi tanya jawab, peserta mengangkat isu-isu strategis mulai dari implikasi AUKUS, peran media sosial dalam mobilisasi massa yang dapat memicu eskalasi konflik, hingga tantangan multidimensi seperti perubahan iklim, krisis kemanusiaan, dan kejahatan transnasional. Panelis menekankan perlunya pendekatan akademis yang holistik berbasis literatur, pengalaman historis, serta penelitian lintas disiplin untuk membangun kerangka normatif dalam kebijakan pertahanan dan keamanan. Diskusi ini mempertegas diplomasi militer sebagai pilar strategis yang tidak hanya berfungsi pada level teknis, tetapi juga berperan penting dalam mengelola kompleksitas lingkungan keamanan internasional dewasa ini.
Kegiatan ini diikuti oleh pejabat Eselon I, II, dan III Unhan RI, Civitas akademika Pascasarjana Unhan RI dan delegasi dari Kedutaan Australia.
(Humas Unhan RI).
Tim Peliput: Agus/Irfan/Dwiki
Reporter. : Agus
Editor. : M. Taher.